PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
NOMOR 3 TAHUN 2015

TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
TAHUN 2015 - 2035

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai.
  2. Bupati adalah Bupati Kepulauan Mentawai.
  3. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
  4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 
  5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya. 
  6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 
  7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 
  8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. 
  9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 
  10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 
  11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. 
  12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 
  13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 
  14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 
  15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. 
  16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 
  17. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 
  18. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 
  19. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 
  20. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 
  21. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 
  22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 
  23. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 
  24. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 
  25. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKW. 
  26. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 
  27. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi PKL. 
  28. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 
  29. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 
  30. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. 
  31. Rencana sistem perkotaan di wilayah Kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah Kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten. 
  32. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah Kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang.
  33. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 
  34. Trans Mentawai adalah jalan penghubung utama antara utara dan selatan di Pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan yang merupakan bagian dari Sistem Jaringan Transportasi Darat di Kabupaten Kepulauan Mentawai. 
  35. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. 
  36. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 
  37. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. 
  38. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 
  39. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. 
  40. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya. 
  41. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. 
  42. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 
  43. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 
  44. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 
  45. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 
  46. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 
  47. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. 
  48. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang selanjutnya disingkat TPA Sampah adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. 
  49. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. 
  50. Daerah Perlindungan laut yang selanjutnya disingkat DPL adalah tempat kegiatan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan untuk kepentingan masyarakat desa meliputi temburu karang, padang lamun, mangrove, esturi, dan delta. 
  51. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 
  52. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang. 
  53. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten. 
  54. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. 
  55. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 
  56. Izin Prinsip adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada badan usaha atau perorangan yang akan melakukan suatu usaha atau melakukan investasi di suatu daerah. 
  57. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. 
  58. Izin penggunaan pemanfaatan tanah adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
  59. Izin mendirikan bangunan adalah izin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan termasuk ijin bagi bangunan yang sudah berdiri yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah. 
  60. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 
  61. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 
  62. Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 
  63. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 
  64. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang. 
  65. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

BAB II
LINGKUP WILAYAH DAN MUATAN RTRW DAERAH
Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Daerah
Pasal 2

  1. Lingkup wilayah daerah terdiri atas 10 (sepuluh) kecamatan dengan luas wilayah kurang lebih 601.135 (enam ratus satu ribu seratus tiga puluh lima) hektar.
  2. Batas wilayah daerah meliputi :
    1. sebelah utara berbatasan dengan Selat Siberut;
    2. sebelah timur berbatasan dengan Selat Mentawai;
    3. sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia; dan
    4. sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
  3. Batas fisik wilayah ditandai dengan pulau terluar yaitu :
    1. Pulau Sibarubaru di pantai barat pulau Pagai Selatan;
    2. Pulau Sinyiau-nyiau di pantai barat Siberut.
  4. Lingkup wilayah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. Kecamatan Pagai Selatan;
    2. Kecamatan Sikakap;
    3. Kecamatan Pagai Utara;
    4. Kecamatan Sipora Selatan;
    5. Kecamatan Sipora Utara;
    6. Kecamatan Siberut Selatan;
    7. Kecamatan Siberut Barat Daya;
    8. Kecamatan Siberut Tengah;
    9. Kecamatan Siberut Utara; dan
    10. Kecamatan Siberut Barat.

Bagian Kedua
Muatan RTRW Daerah
Pasal 3


Muatan RTRW daerah meliputi:

  1. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah;
  2. rencana struktur ruang wilayah;
  3. rencana pola ruang wilayah;
  4. penetapan kawasan strategis;
  5. arahan pemanfaatan ruang wilayah;
  6. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah;
  7. kelembagaan; dan
  8. hak, kewajiban, dan
  9. peran masyarakat.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 4

 

Penataan ruang wilayah daerah bertujuan untuk meningkatkan perekonomian melalui pengembangan potensi sumber daya alam berkelanjutan yang berbasis ekonomi kerakyatan, kearifan lokal serta ramah lingkungan dengan dukungan infrastruktur yang terintegrasi dan berbasis mitigasi bencana.

 

Bagian Kedua
Kebijakan
Pasal 5

 

Kebijakan penataan ruang wilayah daerah, meliputi:

 

  1. penetapan pusat–pusat kegiatan untuk mendukung pelayanan sosial ekonomi dalam pengembangan wilayah; 
  2. peningkatan aksesibilitas dalam rangka menunjang pengembangan wilayah dan pengembangan jalur mitigasi bencana di wilayah daerah; 
  3. peningkatan Pelayanan Prasarana Energi Listrik, Telekomunikasi, Sumberdaya Air dan Prasarana Lingkungan, untuk seluruh kecamatan di daerah dan lokasi permukiman baru; 
  4. percepatan Pertumbuhan Ekonomi daerah pasca bencana; 
  5. pemantapan fungsi kawasan lindung yang terletak dalam daerah, terutama berkenaan dengan hutan lindung, resapan air, dan kawasan pesisir (sempadan pantai, kawasan hutan bakau, daerah perlindungan laut); 
  6. pengelolaan kawasan rawan bencana alam; 
  7. pemanfaatan kawasan pelestarian alam (taman nasional, suaka alam, taman wisata alam laut) sebagai kawasan yang ikut mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat; 
  8. peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara; dan 
  9. pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar di wilayah daerah.

 

Bagian Ketiga
Strategi
Pasal 6

  1. Strategi untuk penetapan pusat–pusat kegiatan untuk mendukung pelayanan sosial ekonomi dalam pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi: 
    1. mengembangkan Muara Siberut sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); 
    2. mengembangkan Tuapejat Sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); 
    3. mengembangkan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan 
    4. mengembangkan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). 
  2. Strategi untuk peningkatan aksesibilitas dalam rangka menunjang pengembangan wilayah dan pengembangan jalur mitigasi bencana di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, meliputi: 
    1. membangun dan meningkatkan jaringan jalan kabupaten untuk menunjang perekonomian wilayah dan sebagai jalur evakuasi bagi daerah rawan bencana; 
    2. mengembangkan prasarana dan sarana transportasi laut di Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan; dan 
    3. membangun prasarana dan sarana transportasi udara di Pulau Siberut, Pulau Sipora dan Pulau Pagai Selatan. 
  3. Strategi untuk peningkatan pelayanan prasarana energi listrik, telekomunikasi, sumberdaya air dan prasarana lingkungan, untuk seluruh kecamatan di wilayah daerah dan lokasi permukiman baru, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: 
    1. membangun jaringan energi listrik dan meningkatkan pelayanan di seluruh daerah; 
    2. mengembangkan jaringan telepon seluler dengan membangun BTS di beberapa titik untuk peningkatan jaringan telekomunikasi seluler; 
    3. menetapkan sumber air baku sebagai kawasan lindung; 
    4. membangun sistem jaringan air bersih dan pengadaan penampungan air bersih; dan 
    5. membangun tempat pemrosesan akhir (TPA). 
  4. Strategi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi: 
    1. mengembangkan sektor pertanian dengan mendorong komoditi tanaman pangan, tanaman hortikultura dan perkebunan; 
    2. memanfaatkan potensi sektor perikanan di kawasan laut dan pesisir; 
    3. memanfaatkan potensi bahari, budaya dan alam, sebagai obyek dan daya tarik wisata; dan 
    4. [memanfaatkan sumber daya hutan dengan mengoptimalkan pengelolaan hasil produksi sesuai dengan potensi lahan. 
  5. Strategi untuk pemantapan fungsi kawasan lindung, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, meliputi: 
    1. menetapkan batas kawasan lindung; dan 
    2. meningkatkan peran masyarakat dalam menjaga fungsi kawasan lindung sesuai dengan kearifan lokal. 
  6. Strategi untuk pengelolaan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f meliputi: 
    1. mengendalikan perkembangan kegiatan kawasan rawan bencana; 
    2. menetapkan jalur evakuasi dan ruang evakuasi; 
    3. mengembangkan hutan bakau sepanjang pantai di kawasan rawan bencana tsunami; dan 
    4. mengembangkan sistem peringatan dini. 
  7. Strategi pemanfaatan kawasan pelestarian alam (taman nasional, suaka alam, taman wisata alam laut) sebagai kawasan yang ikut mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, meliputi : 
    1. melibatkan masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan taman nasional, suaka alam, konservasi perairan dan taman wisata alam laut; dan 
    2. mengembangkan pengelolaan potensi kawasan pelestarian alam sebagai salah satu obyek wisata alam dan wisata pendidikan ilmiah. 
  8. Strategi untuk peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h meliputi: 
    1. mendukung penetapan pusat kegiatan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; 
    2. mengembangkan budidaya secara selektif didalam dan disekitar KSN untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; 
    3. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan Negara sebagai zona penyangga; dan 
    4. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan. 
  9. Strategi untuk pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar di wilayah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i meliputi:
    1. mengembangkan wisata bahari; 
    2. membangun sarana dan prasarana wisata; 
    3. mengembangkan pengelolaan bersama dengan investor; dan 
    4. mengalokasikan lahan kepentingan pertahanan dan keamanan pada sisi luar dari pulau-pulau kecil.

 

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7

  1. Rencana struktur ruang wilayah daerah meliputi:
    1. pusat-pusat kegiatan;
    2. sistem jaringan prasarana utama; dan
    3. sistem jaringan prasarana lainnya.
  2. Rencana struktur ruang wilayah daerah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 8

  1. Pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
    1. PKW;
    2. PKL;
    3. PKLp;
    4. PPK; dan
    5. PPL.
  2. PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Muara Siberut;
  3. PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Tuapejat;
  4. PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Sikakap;
  5. PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
    1. Kawasan Perkotaan Pei Pei di Kecamatan Siberut Barat Daya.;
    2. Kawasan Perkotaan Sioban di Kecamatan Sipora Selatan; dan
    3. Kawasan Perkotaan KM 37 di Kecamatan Pagai Selatan.
  6. PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas:
    1. Desa Saibi Samukop di Kecamatan Siberut Tengah;
    2. Desa Saumanganya di Kecamatan Pagai Utara;
    3. Desa Simalegi Betaet di Kecamatan Siberut Barat;
    4. Desa Muara Sikabaluan di Kecamatan Siberut Utara; dan
    5. Desa Silabu di Kecamatan Pagai Utara.
  7. Rincian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 9


Sistem jaringan prasarana utama di wilayah daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

  1. sistem jaringan transportasi darat;
  2. sistem jaringan transportasi laut; dan
  3. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 10

  1. Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, terdiri atas:
    1. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas dan jaringan layanan lalu lintas; dan
    2. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
  2. Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
    1. Jaringan jalan kolektor primer, yaitu rencana pembangunan Trans Mentawai diusulkan menjadi jalan status jalan nasional terdiri atas:
      1. jaringan jalan yang berada di pulau Sipora yang menghubungkan ruas jalan Tuapejat – Transmigrasi – Rokot – Sioban – Sagitci – Katiet ditambah dengan jalan Simpang SP II – Kantor Camat Sipora Utara;
      2. jaringan jalan yang berada di pulau Siberut yang menghubungkan ruas jalan Labuan Bajau-Policoman-Sigapokna – Terekan Hulu – Sirilanggai – Sotboyak – Cimpungan – Saibi Samukop – Saliguma – Maileppet – Muara Siberut – Puro – Rogdok – Mabukkuk, Muara Saibi – Kaleak – Sibudda Oinan – Simanipa – Toroiji – Batpaggeu – Saliguma;
      3. jaringan jalan yang berada di Pulau Pagai Utara yang menghubungkan ruas jalan Mapinang – Saumanganya – Matobe – Sikakap –Dermaga;dan
      4. jaringan jalan yang berada di Pulau Pagai Selatan yang menghubungkan ruas jalan Polaga Km 0 - Km 19 – Km 37 - Km 40 – Km 42 – Km 53 – Boriai (Logpond) ditambah dengan jalan Km 53 – Lakkau – Surat Aban.
    2. Jaringan jalan lokal primer, terdiri atas :
      1. ruas jalan di Pulau Siberut, meliputi Muara Sikabaluan - Pokai – Sirilanggai, Barambang – Tamairang, Muara Sikabaluan – Mongan Poula – Sotboyak, Cimpungan Desa – Subelen – Poros Trans Mentawai, Subelen-Muara Saibi, Muara Saibi – Simoilaklak – Sirisurak – Poros Trans Mentawai, Simpang Muntei – Puro - Muara Siberut, Pasakiat Taileleu – Peipei – Mabukkuk, Puro – Malilimok;
      2. ruas jalan di Pulau Sipora, meliputi Sagitci – Bosua, Sagitci – Beriulou, Bosua – Beriulou – Masokut – Betumonga dan Bosua – Katiet;
      3. ruas jalan di Pulau Pagai Utara, meliputi dermaga Sikakap – Taikako – Km 8 – Km17 – Maguiruk – Saumanganya, Sibaybay – Mabolak; dan
      4. ruas jalan di Pulau Pagai Selatan, meliputi Mapinang – Bagatsagai – Boriai (trans mentawai) dan Limu – Mapinang – Maonai – Lakkau – Limosua dan Surat Aban.
    3. Jaringan jalan lokal sekunder, terdiri atas:
      1. ruas jalan lokal sekunder di Pulau Siberut, meliputi: Cimpungan – Sirilogui, Sigapokna – Tiniti – Simalegi, Monganpoula – Sirilogui, Sotboyak – Bojakan, Dermaga Subelen-Trans Mentawai, Simaobuk - Subelen – Batuija - Batliggitte – Saibi Samukop, Simabaik – Sibokbongi, Simalegi – Simatalu – Sagulubbek dan Rogdok – Madobag – Matotonan,
      2. ruas jalan di Pulau Sipora, meliputi Pusat Kota KM4 – Mapadegat, RSUD – Kantor Camat, Mapadegat – Dermaga, Betumonga-SP III, Mapaddegat – Home Stay, Betumonga – Pukarayat – Berimanua – Kantor Camat, Lingkar Kota – Pesantren, Simpang Pesantren – Pesantren, Simpang Kantor Bupati – Kantor Bupati dan Sioban – Mara, Km5 – Home stay, Betumonga – Silaoinan; Km12-Simaombuk;
      3. ruas jalan di Pulau Pagai Utara, meliputi: Km 14 Betumonga, Km 17 – Silabu, Km21 – Tumalei, Silabu –Betumonga, Lingkar Taikako dan Transmigrasi – Silaoinan; dan
      4. ruas jalan di Pulau Pagai Selatan, meliputi KM 27-Sabiret – Muntei – Malakopa, Sabiret – Km 35, KM 32 – Mapoupou – Bere – Makalo, KM 32 – Talopulei, KM37 – Parak Batu, KM40 – Aban Baga - Bubuget, KM42 – Bulasat – Tapak, Bulasat – Lakkau.
      5. Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu terminal penumpang tipe C terdapat di Tuapejat, Muara Siberut, Pokai, Sikakap, Sioban, Sagitci, Polaga, Km 37 (Bulasat), Sinaka, Pasapuat, Silabu, Katurei dan Saibi.
      6. Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
        1. lintas penyeberangan, terdiri atas :
          1. lintas penyeberangan regional, meliputi : - Sikabaluan/Pokai – Bungus,
            • Siberut/Maileppet –Bungus,
            • Tuapejat – Bungus,
            • Sikakap – Bungus, dan
            • Labuan Bajau – Bungus:
          2. lintas penyeberangan lokal, meliputi Sakaladat – Labuan Bajau – Pokai – Subelen – Maileppet – Mabukkuk – Malilimok– Tuapejat - Sioban – Sagitci – Pasapuat – Sikakap – Polaga – Malakopa – Bake – Lakkau – Sinakak – Boriai – Parak Batu.
        2. pelabuhan penyeberangan, terdiri atas:
          1. pelabuhan penyeberangan regional, meliputi :
            1. Pelabuhan Sikakap di Kecamatan Sikakap,
            2. Pelabuhan Bajau di Kecamatan Siberut Barat,
            3. Pelabuhan Sikabaluan/Pokai di Kecamatan Siberut Utara,
            4. Pelabuhan Siberut/Maileppet di Kecamatan Siberut Selatan,
            5. Pelabuhan Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara
          2. pelabuhan penyeberangan lokal, meliputi :
            1. Pelabuhan Sakaladat di Kecamatan Siberut Barat,
            2. Pelabuhan Malilimok di Kecamatan Siberut Barat Daya,
            3. Pelabuhan Subelen di Kecamatan Siberut Tengah,
            4. Pelabuhan Mabukkuk di Kecamatan Siberut Barat Daya,
            5. Pelabuhan Sagitci di Kecamatan Sipora Selatan,
            6. Pelabuhan Pasapuat di Kecamatan Pagai Utara,
            7. Pelabuhan Polaga di Kecamatan Sikakap,
            8. Pelabuhan Malakopa di Kecamatan Pagai Selatan,
            9. Pelabuhan Bake di Kecamatan Pagai Selatan,
            10. Pelabuhan Lakkau di Kecamatan Pagai Selatan,
            11. Pelabuhan Boriai Kecamatan Pagai Selatan,
            12. Pelabuhan Sinakak di Kecamatan Pagai Selatan,
            13. Pelabuhan Parak Batu di Kecamatan Pagai Selatan.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 11

  1. Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, meliputi:
    1. tatanan kepelabuhanan; dan
    2. alur pelayaran.
  2. Tatanan kepelabuhanan di wilayah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
    1. pelabuhan pengumpul, terdiri atas pelabuhan Sikakap di Kecamatan Sikakap;
    2. pelabuhan pengumpan, terdiri atas:
      1. pelabuhan Pengumpan regional, meliputi :
        1. Pelabuhan Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara,
        2. Pelabuhan Sioban di Kecamatan Sipora Selatan,
        3. Pelabuhan Pokai Kecamatan Siberut Utara,
        4. Pelabuhan Maileppet/Siberut di Kecamatan Siberut Selatan, dan
        5. Pelabuhan Mabukkuk Kecamatan Siberut Barat Daya.
      2. pelabuhan Pengumpan lokal, meliputi :
        1. Pelabuhan Labuan Bajau di Kecamatan Siberut Barat,
        2. Pelabuhan Malilimok di Kecamatan Siberut Barat Daya,
        3. Pelabuhan Pelabuhan Sagitci di Kecamatan Sipora Selatan,
        4. Pelabuhan Pasapuat di Kecamatan Pagai Utara,
        5. Pelabuhan Sinakak (Boriai) di Kecamatan Pagai Selatan,
        6. Pelabuhan Bagatsagai di Kecamatan Pagai Selatan,
        7. Pelabuhan Makalo di Kecamatan Pagai Selatan, dan
        8. Pelabuhan Subelen di Kecamatan Siberut Tengah.
    3. terminal khusus, terdiri atas:
      1. Terminal Khusus Hankam Posal di Seai Kecamatan Sikakap;
      2. Terminal Khusus Hankam Lanal di Sagitci Kecamatan Sipora Selatan; dan
      3. Terminal Khusus Wisata Marina Katiet di Kecamatan Sipora Selatan dan Simaombuk di Kecamatan Sipora Utara.
      4. Pelabuhan Marina Leleulagok di Kecamatan Siberut Barat Daya
  3. Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
    1. Maileppet – Pokai – Padang
    2. Tuapejat – Padang
    3. Labuhan Bajau – Padang
    4. Sinakak – Padang
    5. Sikakap - Padang

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 12

  1. Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, terdiri atas:
    1. tatanan kebandarudaraan; dan
    2. ruang udara untuk penerbangan.
  2. Tatanan kebandarudaraan di wilayah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
    1. Bandar udara pengumpan Rokot di Kecamatan Sipora Selatan;
    2. Bandar udara pengumpan Pei-Pei di Kecamatan Siberut Barat Daya; dan
    3. Bandar udara pengumpan Minas di Kecamatan Pagai Selatan.
    4. Bandar udara perairan (sea port) di Teluk Katurei, Simakakang, Pulau Siruamata, Silabu.
  3. Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) huruf b meliputi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 13

  1. Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
    1. sistem jaringan prasarana energi;
    2. sistem jaringan telekomunikasi;
    3. sistem jaringan sumber daya air; dan
    4. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Prasarana Energi

Pasal 14

  1. Sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi:
    1. pembangkit tenaga listrik;
    2. transmisi tenaga listrik.;
    3. jaringan pipa minyak dan gas bumi; dan
    4. jaringan SPBU dan SPBE
  2. Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
    1. pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di setiap Ibukota Kecamatan dan Pusat Pelayanan Kegiatan;
    2. Pembangkit Listrik Tenaga Uap dapat dikembangkan di seluruh Pulau;
    3. penggunaan energi alternatif baru dan terbarukan dapat dikembangkan sesuai potensi yang terdapat di daerah; dan
    4. pengembangan Energi Biomassa berbahan baku bambu dapat dikembangkan di setiap desa dengan mencadangkan lahan hutan bambu 300 hektar setiap pulau.
  3. Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
    1. gardu Induk untuk PLTD terdapat di setiap Ibukota Kecamatan dan pusat pusat pelayanan Lingkungan;
    2. gardu Induk untuk PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro), terdapat di Matobe, Belerakso dan Pasapuat;
    3. gardu Induk untuk PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dapat dikembangkan diseluruh Sipora, Pagai Selatan, Pagai Utara dan Siberut; dan
    4. gardu Induk untuk PLTBM (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) dapat dikembangkan diseluruh Sipora, Pagai Selatan, Pagai Utara dan Siberut.
  4. Jaringan Pipa Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
    1. Membangun jaringan pipa bahan bakar minyak (BBM) diseluruh Sipora, Pagai Selatan, Pagai Utara dan Siberut.
    2. membangun jaringan pipa gas elpiji diseluruh Sipora, Pagai Selatan, Pagai Utara dan Siberut.
  5. Jaringan SPBU dan SPBE sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, terdiri atas :
    1. pembangunan stasiun pengisian bahan bakar umum yang meliputi :
      1. Kecamatan Pagai Selatan;
      2. Kecamatan Pagai Sikakap;
      3. Kecamatan Pagai Utara;
      4. Kecamatan Sipora Selatan;
      5. Kecamatan Sipora Utara;
      6. Kecamatan Siberut Barat Daya;
      7. Kecamatan Siberut Tengah;
      8. Kecamatan Siberut Selatan;
      9. Kecamatan Siberut Utara; dan
      10. Kecamatan Siberut Barat;
    2. pembangunan stasiun pengisian bahan bakar elpiji yang meliputi :
      1. Kecamatan Pagai Selatan;
      2. Kecamatan Pagai Sikakap;
      3. Kecamatan Pagai Utara;
      4. Kecamatan Sipora Selatan;
      5. Kecamatan Sipora Utara;
      6. Kecamatan Siberut Barat Daya;
      7. Kecamatan Siberut Tengah;
      8. Kecamatan Siberut Selatan;
      9. Kecamatan Siberut Utara; dan
      10. Kecamatan Siberut Barat.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 15

  1. Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, yaitu:
    1. sistem jaringan kabel;
    2. sistem jaringan nirkabel; dan
    3. sistem jaringan satelit.
  2. Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas pengembangan PKW di Muara Siberut, PKL di Tuapejat dan di PKLp di Sikakap.
  3. Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, BTS (base transmission station) di kota-kota PKW, PKL, PKLp, dan PPK.
  4. Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu pengadaan telepon satelit disetiap PPL.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 16

  1. Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, terdiri atas:
    1. Daerah Aliran Sungai (DAS) kabupaten;
    2. daerah irigasi; dan
    3. jaringan air baku untuk air bersih.
  2. Daerah aliran sungai kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas 4 Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS yaitu:
    1. Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Siberut meliputi :
      1. DAS Buga dengan luasan kurang lebih 7.068,3 hektar;
      2. DAS Cimpungan dengan luasan kurang lebih 18.151 hektar;
      3. DAS Gurukna dengan luasan kurang lebih 3.189,8 hektar;
      4. DAS Kalea dengan luasan kurang lebih 15.993,7 hektar;
      5. DAS Katurei dengan luasan kurang lebih 11.603,6 hektar;
      6. DAS Labuan Bajau dengan luasan kurang lebih 3.534,7 hektar;
      7. DAS Laplap dengan luasan kurang lebih 1.469 hektar;
      8. DAS Mabosua dengan luasan kurang lebih 3.383,3 hektar;
      9. DAS Maileppet dengan luasan kurang lebih 1.197,1 hektar;
      10. DAS Makatowal dengan luasan kurang lebih 840,9 hektar;
      11. DAS Makerumonga dengan luasan kurang lebih 970,9 hektar;
      12. DAS Mangeungeu dengan luasan kurang lebih 6.155 hektar;
      13. DAS Malancan dengan luasan kurang lebih 767,5 hektar;
      14. DAS Mapinang dengan luasan kurang lebih 3.286,3 hektar;
      15. DAS Mongan Poula dengan luasan kurang lebih 664,6 hektar;
      16. DAS Murak dengan luasan kurang lebih 7.396,2 hektar;
      17. DAS Noinan dengan luasan kurang lebih 24.987,9 hektar;
      18. DAS Pelunan dengan luasan kurang lebih 2.265,9 hektar;
      19. DAS Pualu Kecil dengan luasan kurang lebih 229,1 hektar;
      20. DAS Pualu dengan luasan kurang lebih 1.896 hektar;
      21. DAS Pualu Masokut dengan luasan kurang lebih 1661,4 hektar;
      22. DAS Puran dengan luasan kurang lebih 1.274 hektar;
      23. DAS Putapiri dengan luasan kurang lebih 531,5 hektar;
      24. DAS Sagulubbek dengan luasan kurang lebih 14.331,6 hektar;
      25. DAS Saibi dengan luasan kurang lebih 21.805 hektar;
      26. DAS Sarabua dengan luasan kurang lebih 5.673,3 hektar;
      27. DAS Siberut dengan luasan kurang lebih 28.317,8 hektar;
      28. DAS Kalea dengan luasan kurang lebih 803 hektar;
      29. DAS Mariat dengan luasan kurang lebih 1.502,9 hektar
      30. DAS Labuhan Korong dengan luasan kurang lebih 1727,1 hektar;
      31. DAS Totoet dengan luasan kurang lebih 874,4 hektar;
      32. DAS Silagi-lagi dengan luasan kurang lebih 698,1 hektar;
      33. DAS Sibubulu dengan luasan kurang lebih 1.163,7 hektar;
      34. DAS Lambejau dengan luasan kurang lebih 2.480,5 hektar;
      35. DAS Gojib dengan luasan kurang lebih 2.190,8 hektar;
      36. DAS Pogagat dengan luasan kurang lebih 1.529,3 hektar
      37. DAS Sigapokna dengan luasan kurang lebih 1.265,5 hektar;
      38. DAS Sigep dengan luasan kurang lebih 25.764,8 hektar;
      39. DAS Sikabaluan dengan luasan kurang lebih 30.963,1 hektar;
      40. DAS Sikamomui dengan luasan kurang lebih 4.164,9 hektar;
      41. DAS Silotok dengan luasan kurang lebih 1.059,8 hektar;
      42. DAS Simalegi dengan luasan kurang lebih 27.216,3 hektar;
      43. DAS Simatalu dengan luasan kurang lebih 41.606,7 hektar;
      44. DAS Siribabak dengan luasan kurang lebih 9.605,5 hektar;
      45. DAS Sirilogui dengan luasan kurang lebih 5.389,5 hektar;
      46. DAS Takungan dengan luasan kurang lebih 13.525,7 hektar;
      47. DAS Tiniti dengan luasan kurang lebih 3.281,7 hektar;
      48. DAS Tobekat dengan luasan kurang lebih 10.552,5 hektar dan
      49. DAS Tomiang dengan luasan kurang lebih 1.505,2 hektar.
    2. Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Sipora meliputi:
      1. DAS Beriulou dengan luasan kurang lebih 1.448,7 hektar;
      2. DAS Bosua dengan luasan kurang lebih 3.803,5 hektar;
      3. DAS Bulak dengan luasan kurang lebih 1.222,2 hektar;
      4. DAS Gegetaet dengan luasan kurang lebih 1.063,6 hektar;
      5. DAS Goisooinan dengan luasan kurang lebih 2.927,3 hektar;
      6. DAS Masokut dengan luasan kurang lebih 834,5 hektar;
      7. DAS Pogari dengan luasan kurang lebih 1.493,6 hektar;
      8. DAS Pulau dengan luasan kurang lebih 2.124,3 hektar;
      9. DAS Saureinu dengan luasan kurang lebih 11.979,8 hektar;
      10. DAS Sibagau dengan luasan kurang lebih 7.853,8 hektar;
      11. DAS Berimanua dengan luasan kurang lebih 3.061,5 hektar;
      12. DAS Betumonga dengan luasan kurang lebih 4.368,2 hektar;
      13. DAS Sagitci dengan luasan kurang lebih 3.299,9 hektar;
      14. DAS Simabolat dengan luasan kurang lebih 1.310,1 hektar;
      15. DAS Simanggai dengan luasan kurang lebih 1.752,7 hektar;
      16. DAS Mapaddegat dengan luasan kurang lebih 3.482,1 hektar;
      17. DAS Simapupu dengan luasan kurang lebih 1.879,3 hektar;
      18. DAS Simatobaerak dengan luasan kurang lebih 597,7 hektar;
      19. DAS Sioban dengan luasan kurang lebih 1.991,9 hektar;
      20. DAS Sipasosoat dengan luasan kurang lebih 1.163,1 hektar;
      21. DAS Taigemgem dengan luasan kurang lebih 1.693,3 hektar;
      22. DAS Taraet dengan luasan kurang lebih 1.197,7 hektar; dan
      23. DAS Tuapejat dengan luasan kurang lebih 1.369,4 hektar.
    3. Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Pagai Utara meliputi:
      1. DAS Betumonga dengan luasan kurang lebih 2.654,6 hektar;
      2. DAS Guluguluk dengan luasan kurang lebih 1.645,7 hektar;
      3. DAS Mabolak dengan luasan kurang lebih 485,1 hektar;
      4. DAS Matobe dengan luasan kurang lebih 4.911,5 hektar;
      5. DAS Manganjo dengan luasan kurang lebih 2.911,8 hektar;
      6. DAS Pagai 2 dengan luasan kurang lebih 4.863,3 hektar;
      7. DAS Pagai 3 dengan luasan kurang lebih 2.906,1 hektar;
      8. DAS Silabu Utara dengan luasan kurang lebih 1.029,5 hektar;
      9. DAS Gunggung dengan luasan kurang lebih 425,4 hektar;
      10. DAS Pagai 6 dengan luasan kurang lebih 841,9 hektar;
      11. DAS Pasapuat dengan luasan kurang lebih 1.540,5 hektar;
      12. DAS Pulau dengan luasan kurang lebih 171,1 hektar;
      13. DAS Sabeugunggung dengan luasan kurang lebih 6.175 hektar;
      14. DAS Sikako dengan luasan kurang lebih 12.214,8 hektar;
      15. DAS Silabu dengan luasan kurang lebih 2.036 hektar;
      16. DAS Simabae dengan luasan kurang lebih 806,1 hektar;
      17. DAS Simaguiru dengan luasan kurang lebih 1.773,8 hektar;
      18. DAS Saumanganya dengan luasan kurang lebih 2.883,1 hektar;
      19. DAS Mapinang dengan luasan kurang lebih 1.607,6 hektar;
      20. DAS simatutu dengan luasan kurang lebih 3.950,7 hektar; dan
      21. DAS Tumalei dengan luasan kurang lebih 4.690,9 hektar.
    4. Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Pagai Selatan meliputi:
      1. DAS Asahan dengan luasan kurang lebih 614,7 hektar;
      2. DAS Bakatmonga dengan luasan kurang lebih 1.838,7 hektar;
      3. DAS Bake dengan luasan kurang lebih 3.084,8 hektar;
      4. DAS Belerakso dengan luasan kurang lebih 8.665,7 hektar;
      5. DAS Bosualumut dengan luasan kurang lebih 1.066,9 hektar;
      6. DAS Batsagai dengan luasan kurang lebih 3.101,5 hektar;
      7. DAS Bere dengan luasan kurang lebih 2.520,7 hektar;
      8. DAS Bubuget dengan luasan kurang lebih 7.331,7 hektar;
      9. DAS Bukumonga dengan luasan kurang lebih 1.119,7 hektar;
      10. DAS Bulasat dengan luasan kurang lebih 699,4 hektar;
      11. DAS Lakkau dengan luasan kurang lebih 3.339,7 hektar;
      12. DAS Makalo dengan luasan kurang lebih 2.950,9 hektar;
      13. DAS Malakopa dengan luasan kurang lebih 3.086,1 hektar;
      14. DAS Mapoupou dengan luasan kurang lebih 5.618,5 hektar;
      15. DAS Mapinang dengan luasan kurang lebih 3.273 hektar;
      16. DAS Muntei dengan luasan kurang lebih 815,8 hektar;
      17. DAS Sabiret dengan luasan kurang lebih 514,5 hektar;
      18. DAS Eruparaboat dengan luasan kurang lebih 659,9 hektar;
      19. DAS Tubeket dengan luasan kurang lebih 485,5 hektar;
      20. DAS Aban Baga dengan luasan kurang lebih 977,5 hektar;
      21. DAS Mabolak dengan luasan kurang lebih 1.210,8 hektar;
      22. DAS Mabolak Selatan dengan luasan kurang lebih 454,6 hektar;
      23. DAS Pagai 16 dengan luasan kurang lebih 592,8 hektar;
      24. DAS Surat Aban dengan luasan kurang lebih 305,4 hektar;
      25. DAS Pagai 18 dengan luasan kurang lebih 221,5 hektar;
      26. DAS Surat Aban Ulu dengan luasan kurang lebih 401,6 hektar;
      27. DAS Mangka Baga dengan luasan kurang lebih 194,6 hektar;
      28. DAS Sinaka dengan luasan kurang lebih 1.160,9 hektar;
      29. DAS Mangka Ulu dengan luasan kurang lebih 1.501,5 hektar;
      30. DAS Pagai 9 dengan luasan kurang lebih 435,4 hektar;
      31. DAS Pinempet dengan luasan kurang lebih 1.752,4 hektar;
      32. DAS Tainopo dengan luasan kurang lebih 5.419,1 hektar;
      33. DAS Saumang dengan luasan kurang lebih 2.164 hektar;
      34. DAS Seai dengan luasan kurang lebih 1.032,3 hektar;
      35. DAS Simalinio dengan luasan kurang lebih 1.081,2 hektar;
      36. DAS Simasigoi dengan luasan kurang lebih 617,8 hektar;
      37. DAS Simatobat dengan luasan kurang lebih 18.753,8 hektar; dan
      38. DAS Talopulai dengan luasan kurang lebih 6.256,7 hektar;
  3. Daerah irigasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
    1. D.I Taikako,
    2. D.I Malakopa,
    3. D.I Pogari Takmunga,
    4. D.I Saureinu,
    5. D.I Mabolak,
    6. D.I Saumanganyak,
    7. D.I Bai-bai,
    8. D.I Mongan Poula,
    9. D.I Saibi Samukop,
    10. D.I Sotboyak,
    11. D.I Muntei,
    12. D.I Peipei,
    13. D.I Mara,
    14. D.I Betumonga,
    15. D.I SP2,
    16. D.I Tiniti,
    17. D.I Sigapokna,
    18. D.I Sirilinggai, dan
    19. D.I Cimpungan
  4. Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
    1. memanfaatkan mata air yang berada di Sikakap, Muara Siberut, Tuapejat, Bulasat/Km 37, Sioban, Sirilanggai, Sagitci, Simalegi Betaet; dan
    2. memanfaatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terhubung atau melalui pusat-pusat lingkungan permukiman.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 17

  1. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, terdiri atas:
    1. sistem penyediaan air minum;
    2. sistem jaringan persampahan;
    3. sistem jaringan air;
    4. sistem jaringan drainase limbah; dan
    5. jalur evakuasi bencana.
  2. Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a terdiri atas:
    1. jaringan Perpipaan di Tuapejat, Sikakap, Muara Siberut, Sioban, Muara Sikabaluan, Saibi, Simalegi Betaet, Saumanganya, Peipei, Malakopa dan kawasan huntap; dan
    2. sistem Penyediaan Air Minum Non Perpipaan di Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dan pusat-pusat lingkungan permukiman (dusun) serta kawasan wisata.
  3. Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
    1. pengembangan sistem persampahan meliputi pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan perjalanan serta pengelolaan akhir di TPA;
    2. pengembangan lokasi TPS diarahkan di setiap lingkungan permukiman; dan
    3. pengembangan Lokasi TPA menggunakan sistem Sanitary Land Fill dan 3 R (reuse, reduce, dan recycle) dengan luasan 2 Ha di Kecamatan Sipora Utara, Kecamatan Sipora Selatan, Kecamatan Pagai Selatan, Kecamatan Kecamatan Pagai Utara, Kecamatan Sikakap, Kecamatan Siberut Barat Daya, Kecamatan Siberut Tengah, Kecamatan Siberut Selatan, Kecamatan Siberut Utara, Kecamatan Siberut Barat, dan 4 Ha untuk ibukota kabupaten.
  4. Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
    1. pengembangan sistem terpusat (off site) untuk kawasan perkotaan; dan
    2. pengembangan sistem setempat (on site) untuk kawasan perdesaan.
    3. Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
      1. memanfaatkan sungai sebagai drainase primer;
      2. mengembangkan sistem drainase sekunder dan tersier pada kawasan pusat-pusat lingkungan; dan
      3. mengembangkan drainase tersier pada kawasan permukiman non perkotaan.
  5. Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, merupakan jalan pada kawasan permukiman rawan bencana tsunami ke ruang evakuasi di wilayah perbukitan sekitar kawasan, terdiri atas:
    1. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Pagai Selatan;
    2. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Sikakap;
    3. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Pagai Utara;
    4. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Sipora Selatan;
    5. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Sipora Jaya dan kawasan perbukitan Tuapejat di wilayah Kecamatan Sipora Utara;
    6. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Bukit Pegu di wilayah Kecamatan Siberut Selatan;
    7. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Siberut Barat Daya;
    8. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Saliguma, kawasan perbukitan Saibi Samukop, kawasan perbukitan Cimpungan di wilayah Kecamatan Siberut Tengah;
    9. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Sirilogui, kawasan perbukitan Tamairang, di wilayah Kecamatan Siberut Utara; dan
    10. jalan menuju ruang evakuasi di kawasan perbukitan Simatalu, kawasan perbukitan Simalegi, kawasan perbukitan di Tiniti di wilayah Kecamatan Siberut Barat.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu


Umum
Pasal 18

  1. Rencana Pola Ruang Wilayah Daerah meliputi :
    1. kawasan lindung; dan
    2. kawasan budidaya.
  2. Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 19


Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a terdiri atas:

  1. kawasan hutan lindung;
  2. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
  3. kawasan perlindungan setempat;
  4. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
  5. kawasan rawan bencana alam;
  6. kawasan lindung geologi;
  7. kawasan konservasi perairan; dan
  8. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 20

  1. Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, terdiri atas:
    1. kawasan hutan lindung darat; dan
    2. kawasan hutan lindung mangrove.
  2. Kawasan hutan lindung darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a luasnya adalah 3.764,66 Ha terdapat di Kecamatan Sipora Selatan 661,62 Ha, Kecamatan Pagai Utara 1.807,60 Ha, Kecamatan Pagai Selatan 1.295,44 Ha
  3. Kawasan hutan lindung mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 1.501,37 hektar, Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 1.942,70 hektar dan Kecamatan Siberut Utara seluas kurang lebih 306,70 hektar, Kecamatan Siberut Selatan 155,30 Ha sehingga total luas 3.906,07 Ha.

Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya


Pasal 21

  1. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, adalah kawasan resapan air.
  2. Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat di :
    1. Kecamatan Siberut Barat,
    2. Kecamatan Siberut Tengah,
    3. Kecamatan Siberut Utara,
    4. Kecamatan Siberut Selatan,
    5. Kecamatan Siberut Barat Daya,
    6. Kecamatan Sipora Utara,
    7. Kecamatan Sipora Selatan,
    8. Kecamatan Pagai Utara,
    9. Kecamatan Sikakap, dan
    10. Kecamatan Pagai Selatan.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 22

  1. Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, terdiri atas :
    1. kawasan sempadan pantai;
    2. kawasan sempadan sungai;
    3. kawasan sekitar mata air;
    4. kawasan sekitar danau; dan
    5. kawasan hutan mangrove.
  2. Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di seluruh wilayah pesisir kabupaten, dengan ketentuan daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat.
  3. Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Sungai Talopulai, Sungai Makalo, Sungai Silabu, Sungai Saumanganya, Sungai Taikako, Sungai Matobe, Sungai Saureinu, Sungai Pogari, Sungai Berimanua, Sungai Betumonga, Sungai Sagulubbek, Sungai Taileleu, Sungai Saibi, dan Sungai Siberut, Sungai Sikabaluan, Sungai Simalegi, Sungai Simatalu, Sungai Beresigep dengan ketentuan 50 m kiri-kanan sungai apabila ada permukiman dan 100 m bila tidak ada permukiman;
  4. Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ketentuan jarak minimal 100 meter dari titik tepian mata air.
  5. Kawasan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdapat di Danau Bolot dan Danau Gobjib di Kecamatan Siberut Barat, Danau Mangeungeu di Kecamatan Siberut Barat Daya dan Ruo Oinan Kecamatan Pagai Selatan dengan ketentuan ; sepanjang 50 meter sampai 100 meter dari titik pasang air danau dan waduk tertinggi harus dilindungi.
  6. Kawasan hutan mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat di :
    1. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 609 hektar,
    2. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 1.501 hektar,
    3. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 314 hektar,
    4. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 210 hektar,
    5. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 353 hektar,
    6. Kecamatan Siberut Barat seluas 9.531 hektar, dan
    7. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 835 hektar.

 

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 23

 

  1. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, terdiri atas :
    1. kawasan suaka alam;
    2. kawasan suaka alam perairan;
    3. kawasan taman nasional;
    4. kawasan taman wisata alam laut; dan
    5. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
  2. Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: kawasan suaka alam di Kecamatan Pagai Selatan dengan luas 2.798,99 hektar dan Kecamatan Siberut Selatan dengan luas 3.221 hektar.
  3. Kawasan suaka alam perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
    1. kawasan suaka alam perairan atau DPL terdapat di Kecamatan Siberut Tengah dengan luas kurang lebih 54 hektar;
    2. kawasan suaka alam perairan atau DPL di Kecamatan Siberut Barat Daya dengan luas kurang lebih 55 hektar; dan
    3. kawasan suaka alam perairan atau DPL terdapat di Kecamatan Sipora Utara dengan luas kurang lebih 51 hektar.
  4. Kawasan Taman Nasional sebagamana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Taman Nasional Siberut seluas 190.500 hektar.
  5. Kawasan wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu Taman Wisata Laut Teluk Sarabua Saibi terdapat di Desa Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah seluas 21.200 hektar.
  6. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yaitu Kawasan Komunitas Adat/Budaya Mentawai terdapat di :
    1. dusun Terekan Hulu Desa Malancan Kecamatan Siberut Utara,
    2. dusun Sirisurak Desa Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah, Desa Madobag, Dusun Ongah dan Kinikdog Desa Matotonan Kecamatan Siberut Selatan,
    3. dusun Bolotok dan Boboakenen Desa Taileleu Kecamatan Siberut Barat Daya, dan
    4. benteng Peninggalan Jepang di Sioban Kecamatan Sipora Selatan.

 

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 24

  1. Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e, terdiri atas:
    1. kawasan rawan tanah longsor;
    2. kawasan rawan gelombang pasang;
    3. kawasan rawan gempa dan tsunami;
    4. kawasan rawan banjir; dan
    5. kawasan rawan abrasi.
  2. Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di wilayah perbukitan Pulau Siberut, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan.
  3. Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di wilayah pesisir seluruh wilayah daerah.
  4. Kawasan rawan gempa dan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di wilayah pesisir seluruh wilayah daerah.
  5. Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tersebar di sekitar aliran dan muara :
    1. Sungai Simalegi, Sungai Simatalu, Sungai Beresigep, dan Sungai Policoman di Kecamatan Siberut Barat.
    2. Sungai Sikabaluan, Sungai Monganpoula, Sungai Sotboyak, Sungai Bojakan, Sungai Sirilanggai di Kecamatan Siberut Utara, dan
    3. Sungai Siberut di Kecamatan Siberut Selatan,
    4. Sungai Saibi di Kecamatan siberut tengah,
    5. Sungai Sagulubbek dan Sungai Taileleu di Kecamatan Siberut Barat Daya,
    6. Sungai Pogari, Sungai Berimanua dan Sungai Betumonga di Kecamatan Sipora Utara,
    7. Sungai Saureinu di Kecamatan Sipora Selatan,
    8. Sungai Taikako dan Sungai Matobe di Kecamatan Sikakap,
    9. Sungai Silabu dan Sungai Saumanganya di Kecamatan Pagai Utara,
    10. Sungai Talopulai dan Sungai Makalo di Kecamatan Pagai Selatan,
  6. Kawasan rawan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdapat di :
    1. pantai Muara Sikabaluan (Kecamatan Siberut Utara),
    2. Pantai Muara Siberut (Kecamatan Siberut Selatan),
    3. Pantai Mapaddegat dan Pantai Tuapejat (Kecamatan Sipora Utara),
    4. Pantai Sioban, Pantai Beriulou, Pantai Desa Bosua, Pantai Bandara Rokot Matobe (Kecamatan Sipora Selatan), dan
    5. Pantai Sikakap (Kecamatan Sikakap).

 

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 25

 

  1. Kawasan lindung geologi yang merupakan kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf f, terdiri atas:
    1. kawasan rawan gempa bumi; dan
    2. kawasan rawan tsunami;
  2. Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di terdapat di wilayah pesisir seluruh wilayah daerah.
  3. Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di seluruh wilayah pesisir seluruh wilayah daerah.

Paragraf 7
Kawasan Konservasi Perairan

Pasal 26

  1. Kawasan Konservasi Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf g adalah Kawasan Konservasi Perairan Selat Bunga Laut adalah Taman Wisata Perairan Selat Bunga Laut.
  2. Taman Wisata Perairan Selat Bunga Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki luas total 123.746,94 hektar terdiri dari:
    1. Zona inti 2.474,94 hektar
    2. Zona perikanan berkelanjutan 93.821,30 hektar
    3. Zona pemanfaatan 27.265,20 hektar
    4. Zona lainnya 185,50 hektar

Paragraf 8
Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 27


Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf h, terdiri atas kawasan terumbu karang di Pulau Siberut seluas kurang lebih 5.410,7 hektar, kawasan terumbu karang di Pulau Sipora seluas kurang lebih 5.988 hektar, kawasan terumbu karang di Pulau Pagai Utara seluas kurang lebih 733 hektar dan kawasan terumbu karang di Pulau Pagai Selatan seluas kurang lebih 1.099 hektar.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 28


Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), terdiri atas:

  1. kawasan peruntukan hutan produksi;
  2. kawasan peruntukan pertanian;
  3. kawasan peruntukan perikanan;
  4. kawasan peruntukan industri;
  5. kawasan peruntukan pertambangan;
  6. kawasan peruntukan pariwisata;
  7. kawasan peruntukan permukiman; dan
  8. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 29

 

  1. Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, terdiri atas :
    1. kawasan hutan produksi tetap; dan
    2. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
  2. Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di seluruh Kecamatan, dengan luasan 246.011,41 hektar.
  3. Kawasan hutan produksi tetap merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih maupun cara tebang habis.
  4. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Kecamatan Sipora Utara, Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Barat Daya, Kecamatan Siberut Tengah, Kecamatan Siberut Utara, Kecamatan Siberut Selatan dengan luasan kurang lebih 54.856,28 hektar.
  5. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi merupakan kawasan hutan yang dapat dicadangkan atau diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan diluar sektor kehutanan seperti perkebunan, pertanian, permukiman, industri.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 30

 

  1. Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, terdiri atas:
    1. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
    2. kawasan peruntukan pertanian hortikultura;
    3. kawasan peruntukan perkebunan; dan
    4. kawasan peruntukan peternakan.
  2. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan dengan komoditas padi sawah dan komoditas tanaman pangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di:
    1. Kecamatan Siberut Utara seluas kurang lebih 3.596,88 hektar
    2. Kecamatan Siberut Barat seluas kurang lebih 731 hektar;
    3. Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 2.842,14 hektar;
    4. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 882,74 hektar;
    5. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 2.695,14 hektar;
    6. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 3.273,90 hektar;
    7. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 1.371,51 hektar;
    8. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 2.333,10 hektar;
    9. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 3.549,00 hektar;dan
    10. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 3.658,62 hektar;
  3. Kawasan peruntukan pertanian hortikultura dengan komoditi sayuran dan buah-buahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di:
    1. Kecamatan Siberut Utara seluas kurang lebih 539,53 hektar;
    2. Kecamatan Siberut Barat seluas kurang lebih 109,71 hektar;
    3. Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 426,32 hektar;
    4. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 132,41 hektar.
    5. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 404,27 hektar;
    6. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 491,09 hektar;
    7. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 205,73 hektar;
    8. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 349,97 hektar;
    9. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 532,35 hektar;dan
    10. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 548,79 hektar;
  4. Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah terdiri atas :
    1. Perkebunan skala kecil atau perkebunan rakyat dengan komoditas unggulan khas mentawai yaitu coklat, karet, cengkeh, pala, kelapa, nilam, manau dan komoditas lain yang terdapat di 10 kecamatan;
    2. Perkebunan skala besar dengan komoditas unggulan khas mentawai yaitu coklat, karet, cengkeh, pala, kelapa, nilam, manau dan komoditas lain yang dapat dibudidayakan yang tidak merusak alam dan lingkungan sekitar terdapat di pulau Siberut;
    3. Luasan Lahan Perkebunan adalah 90.818 Ha dengan persebaran pada masing-masing kecamatan sebagai berikut:
      1. Kecamatan Siberut Utara seluas kurang lebih 10.790,64 hektar;
      2. Kecamatan Siberut Barat seluas kurang lebih 4.388,58 hektar;
      3. Kecamatan Siberut Tengah seluas kurang lebih 8.526,42 hektar;
      4. Kecamatan Siberut Selatan seluas kurang lebih 8.827 hektar
      5. Kecamatan Siberut Barat Daya seluas kurang lebih 8.085,42 hektar;
      6. Kecamatan Sipora Utara seluas kurang lebih 9.821,70 hektar;
      7. Kecamatan Sipora Selatan seluas kurang lebih 11,755,80 hektar;
      8. Kecamatan Pagai Utara seluas kurang lebih 6.999,30 hektar;
      9. Kecamatan Sikakap seluas kurang lebih 10.647,00 hektar;dan
      10. Kecamatan Pagai Selatan seluas kurang lebih 10.975,86 hektar.
  5. Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat di seluruh wilayah daerah dengan memanfaatkan areal pertanian dan perkebunan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 31

  1. Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, terdiri atas :
    1. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
    2. kawasan peruntukan budidaya perikanan;
    3. kawasan minapolitan; dan
    4. kawasan pengolahan hasil perikanan.
  2. Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, yaitu seluruh perairan wilayah daerah dengan pusat perikanan tangkap di Kecamatan Siberut Utara, Tuapejat, Pagai Utara dan Sikakap.
  3. Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b terdiri atas:
    1. Budidaya perikanan laut meliputi: Muara Sigep, Malancan, Sirilogui, Saibi Samukop, Saliguma, Malilimok, Katurei (Pulau Siberut), Teraet, Teluk Beriulou, Teluk Pukarajat, Tuapejat (Pulau Sipora), Sikakap dan Betumonga (Pulau Pagai Utara), Pulau Tanopo, Makalo dan Sinaka (Pulau Pagai Selatan).
    2. Budidaya perikanan darat meliputi: Bosua, Saureinu, Nemnemleleu, (Sipora Selatan), Malancan, Sirilogui, Bojakan, Sotboyak, Muara Sikabaluan, Monganpoula (Siberut Utara), Muara Siberut, Salappak, Maileppet, Muntei, Madobag, Matotonan (Siberut Selatan), Saibi Samukop, Cimpungan ( Siberut Tengah), Saumanganya, Betumonga, Silabu (Pagai Utara), Matobe, Taikako (Sikakap), Desa Malakopa dan Desa Bulasat (Pagai Selatan).
  4. Kawasan Minapolitan sebagaimana ayat (1) huruf c adalah Sikakap dan Muara Siberut (Siberut Selatan)
  5. Kawasan pengolahan hasil perikanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d memiliki prasarana pendukung, meliputi bagian wilayah Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara dan bagian wilayah Muara Siberut di Kecamatan Siberut Selatan, Muara Sikabaluan di Kecamatan Siberut Utara, Sikakap.
  6. Prasarana pendukung kawasan pengolahan hasil perikanan sebagaimana dimaksud ayat (5), terdiri atas rencana pengembangan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Tuapejat dan Sikakap, rencana pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Tuapejat, Sikakap, Muara Siberut dan Muara Sikabaluan, dan rencana pengembangan Balai Benih Ikan (BBI) di Sikakap.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 32

  1. Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d, terdiri atas :
    1. kawasan peruntukan industri sedang; dan
    2. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
    3. Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, dapat dikembangkan disemua kecamatan dengan memperhatikan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
  2. Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, yaitu kawasan industri kerajinan rumah tangga (home industry) dapat dikembangkan di semua Kecamatan dengan memperhatikan dokumen Kajian Lingkungan Hidup strategis (KLHS).
  3. Kawasan peruntukan pengembangan industri kecil diseluruh kecamatan dengan konsep "One Village One Product".

Paragraf 5
Kawasan Wilayah Pertambangan

Pasal 33


 

  1. Kawasan peruntukkan Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e, diperuntukkan untuk Wilayah Pertambangan terdapat di Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan yang memiliki potensi bahan tambang jenis bebatuan (galian C).
  2. Jenis batuan sebagai bahan galian tambang (Galian C) meliputi Malancan berupa batu pasir malihan, Saliguma berupa gabro, Berimanua berupa gabro, Nemnem berupa basalt, Manganjo berupa gabro, batu pasir malihan, dan basalt, Mabolak berupa batu pasir malihan, piroksenit-gabro, dan basalt, Taikako berupa gneis, batu pasir malihan dan basalt, serta Talopulai berupa basalt.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 34

 

  1. Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 28 huruf f terdiri atas :
    1. kawasan peruntukan pariwisata budaya dan sejarah
    2. kawasan peruntukan pariwisata alam
    3. kawasan peruntukan pariwisata bahari
    4. kawasan ekonomi khusus pariwisata
    5. kawasan konservasi budaya
  2. Kawasan peruntukan pariwisata budaya dan sejarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Pulau Siberut yang meliputi kawasan Madobag dan Matotonan (Siberut Selatan), Simalegi dan Simatalu (Siberut Barat), Bojakan (Siberut Utara), Sagulubbek (Siberut Barat Daya), Benteng Peninggalan Jepang di Sioban (Sipora Selatan);
  3. Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, terdapat di pulau Siberut yang meliputi kawasan Sigapokna, Simalegi dan Simatalu (Siberut Barat), Bojakan (Siberut Utara), Sibudda Oinan (Siberut Tengah), Matotonan dan Madobag (Siberut Selatan), Katurei dan Sagulubbek (Siberut Barat Daya);
  4. Kawasan peruntukan pariwisata bahari sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, terdapat di Silabu (Pagai Utara), Sikakap, Malakopa dan Sinakak (Pagai Selatan), Katiet, Bosua, Gobi dan Pulau Siruamata (Sipora Selatan), Mapaddegat, Teluk Pukarajat, Taraet dan Matutuman (Sipora Utara), Teluk Katurei dan Taileleu (Siberut Barat Daya), Saibi Samukop dan Saliguma (Siberut Tengah), Sirilogui (Siberut Utara), dan Pulau-pulau kecil lainnya;
  5. Kawasan peruntukan ekonomi khusus pariwisata sebagai mana ayat (1) huruf d terdapat di Mapaddegat seluas 300 ha, Katiet, Gobi dan Bosua 100 ha, teluk Katurei 300 ha, Taraet 50 ha, Matutuman Buggei Siata 50 Ha; dan
  6. Kawasan peruntukan konservasi budaya sebagaimana ayat (1) huruf e terdapat di desa Madobag Kecamatan Siberut Selatan dan Sakudei Kecamatan Siberut Barat Daya, Simatalu Kecamatan Siberut Barat.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 35

 

  1. Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g terdiri atas :
    1. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
    2. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
  2. Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, yaitu Muara Siberut (PKW), Tuapejat (PKL), Sikakap (PKLp), Muara Sikabaluan, Saibi Samukop, Pasakiat Taileleu, Saumanganyak, Bulasat, Sido Makmur dan Sioban.
  3. Kawasan peruntukan perdesaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, yaitu pusat lingkungan pemukiman disetiap dusun diluar kawasan perkotaan dan kawasan hunian tetap (huntap) korban tsunami yang terdapat di:
    1. Pulau Pagai Utara, meliputi : Mapinang, Pasapuat, Mabulai Bugei, Maguiruk, Silabu Selatan, Silabu Utara, Silabu Barat, Gogoa, Muntei, Sabeugunggung, Baru-baru, Bulak Mongga, Ruamonga, dan Tumalei;
    2. Pulau Pagai Selatan, meliputi : Beleraksok, Muntei Besar, Muntei Kecil, Asahan, Purorogat, Sabiret, Eruparaboat, Maurrau, Lagiggi, Tapak Jaya, Bake, Bulasat, Mapinang, Kinumbuk, Limu, Maonai, Lakkau, Limosua, dan Surat Aban; dan
    3. Kecamatan Sipora Selatan, meliputi : Beriulou, Masokut, dan Bosua.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 36
 

  1. Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf h yaitu kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
  2. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud ayat (1), terdiri atas :
    1. kodim Mentawai di Bukit Pamewa, Kecamatan Sipora Utara;
    2. koramil-koramil yang terdapat di kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten;
    3. Pos TNI AL di Seai Kecamatan Sikakap; dan
    4. Pangkalan TNI AL di Sagitci Kecamatan Sipora Selatan.

 

 

BAB VI

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 37

 

Kawasan strategis yang ada di wilayah daerah, terdiri atas:

  1. Kawasan Strategis Nasional; dan
  2. Kawasan Strategis Kabupaten.

Pasal 38

  1. Kawasan strategis yang ada di wilayah daerah, terdiri atas : 
    1. Kawasan strategis Nasional
    2. Kawasan strategis Daerah
  2. Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a yaitu kawasan pulau terluar yang merupakan kawasan strategis untuk kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan Negara terdapat di Pulau Sibarubaru dan Pulau Sinyiau-nyiau.

Pasal 39

  1. Rencana kawasan strategis daerah digambarkan dalam peta dengan skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
  2. Kawasan strategis daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b, terdiri atas:
    1. kawasan yang memiliki nilai strategis untuk kepentingan ekonomi; dan
    2. kawasan yang memiliki nilai strategis untuk kepentingan sosial budaya.
  3. Kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
    1. kawasan relokasi permukiman baru terdapat pada Desa Malakopa dan Desa Bulasat di Kecamatan Pagai Selatan, Desa Silabu, Desa Sumanganya dan Desa Betumonga di Kecamatan Pagai Utara, Desa Taikako di Kecamatan Sikakap dan Desa Nemnemleleu, Desa Bosua dan Desa Beriulou di Kecamatan Sipora Selatan;
    1. Kawasan Wisata Alam Sigapokna, Simalegi dan Simatalu di Kecamatan Siberut Barat, Malancan dan Bojakan di Kecamatan Siberut Utara, Matotonan dan Madobag di Kecamatan Siberut Selatan, Katurei, Pasakiat Taileleu dan Sagulubbek di Kecamatan Siberut Barat Daya;
    1. Kawasan Wisata Bahari Mapaddegat di Kecamatan Sipora Utara, Silabu di Kecamatan Pagai Utara, Sikakap di Kecamatan Sikakap, Malakopa dan Sinaka di Kecamatan Pagai Selatan, Katiet dan Pulau Siruamata di Kecamatan Sipora Selatan; Teluk Katurei dan Taileleu di Kecamatan Siberut Barat Daya, Saibi Samukop dan Saliguma di Siberut Tengah dan Sirilogui di Kecamatan Siberut Utara; dan pulau-pulau kecil lainnya; dan
    1. Kawasan Minapolitan Sikakap terdapat di Kecamatan Sikakap.
  1. Kawasan strategis untuk kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yaitu kawasan budaya Madobag dan Matotonan di Kecamatan Siberut Selatan, Simatalu dan Simalegi di Kecamatan Siberut Barat, Bojakan di Kecamatan Siberut Utara dan Sagulubbek di Kecamatan Siberut Barat Daya;
  2. Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.

BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH


Pasal 40

  1. Pemanfaatan ruang wilayah daerah berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang.
  2. Pemanfaatan ruang wilayah daerah dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
  3. Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41

  1. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) terdiri atas:
    1. perwujudan struktur ruang;
    2. perwujudan pola ruang; dan
    3. perwujudan kawasan strategis daerah.
  2. Perwujudan Struktur Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a terdiri atas:
    1. pemantapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
    2. pemantapan Pusat Kegiatan Lokal (PKL & PKLp);
    3. pemantapan fungsi pusat kegiatan kawasan;
    4. pemantapan fungsi pusat kegiatan lingkungan;
    5. pengembangan sistem transportasi darat;
    6. pengembangan sistem transportasi laut;
    7. pengembangan sistem transportasi udara;
    8. pengembangan prasarana energi;
    9. pengembangan prasarana telekomunikasi;
    10. pengembangan prasarana sumberdaya air; dan
    11. pengembangan pengelolaan prasarana lingkungan.
  3. Perwujudan Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri atas:
    1. perwujudan Kawasan Lindung:
      1. penetapan Kawasan Hutan Lindung;
      2. penetapan Kawasan Resapan Air
      3. pengamanan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Danau
      4. penetapan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
      5. penetapan Kawasan Konservasi Perairan
      6. penanggulangan Kawasan Rawan Bencana
    2. perwujudan Kawasan Budidaya:
      1. pengembangan dan pengelolaan kawasan hutan produksi;
      2. pengembangan dan pengelolaan kawasan pertanian;
      3. pengembangan dan pengelolaan kawasan perkebunan;
      4. pengembangan dan pengelolaan kawasan peternakan;
      5. pengembangan dan pengelolaan kawasan perikanan;
      6. pengembangan dan pengelolaan kawasan industri;
      7. pengembangan dan pengelolaan kawasan pariwisata;
      8. pengembangan permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan;
      9. pembangunan perumahan;
      10. pengembangan sektor ekonomi;
      11. pembangunan dan pengembangan fasilitas umum dan sosial;
      12. pembangunan dan pengembangan fasilitas pemerintah
      13. pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
  4. Perwujudan Kawasan Strategis Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c terdiri atas:
    1. penetapan kawasan;
    2. penyusunan rencana rinci tata ruang; dan
    3. penyusunan raperda.

Pasal 42

  1. Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
  2. Pendanaan program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.
  3. Kerja sama pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum Pasal 43

  1. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah daerah.
  2. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
    1. ketentuan umum peraturan zonasi;
    2. ketentuan perizinan;
    3. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
    4. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 44

  1. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
  2. Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas:
    1. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
    2. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
    3. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas:
      1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
      2. kawasan sekitar prasarana energi;
      3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi;
      4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air; dan
      5. kawasan sekitar prasarana lingkungan.
  3. Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 45

  1. Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
  2. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Prosedur Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

  1. Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada pasal 45 ayat (1), terdiri atas :
    1. izin prinsip;
    2. izin lokasi;
    3. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
    4. izin lingkungan: dan
    5. izin mendirikan bangunan.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 47

  1. Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
  2. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah daerah dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
  3. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
  5. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 48

  1. Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), terdiri atas:
    1. keringanan pajak ;
    2. pemberian kompensasi; dan
    3. subsidi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 49

  1. Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), terdiri atas:
    1. pengenaan pajak tinggi ;
    2. pencabutan izin ; dan
    3. pembongkaran.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 50

  1. Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
  2. Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
    1. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;
    2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
    3. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW daerah;
    4. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW daerah;
    5. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan.
    6. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Pasal 51

  1. Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa:
    1. peringatan tertulis;
    2. penghentian sementara kegiatan;
    3. penghentian sementara pelayanan umum;
    4. penutupan lokasi;
    5. pencabutan izin;
    6. pembatalan izin;
    7. pembongkaran bangunan;
    8. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
    9. denda administratif.
  2. Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c dikenakan sanksi administratif berupa:
    1. peringatan tertulis
    2. penghentian sementara kegiatan;
    3. penghentian sementara pelayanan umum;
    4. penutupan lokasi;
    5. pembongkaran bangunan;
    6. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
    7. denda administratif.

BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 52

  1. Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah dan antar sektor, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat


Pasal 53


Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:

  1. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
  2. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
  3. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang;
  4. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
  5. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
  6. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat


Pasal 54


Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah terdiri atas:

  1. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
  2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
  3. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
  4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 55

  1. Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang 54 sebagaimana dimaksud pada Pasal dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat


Pasal 56

Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:

  1. partisipasi dalam perencanaan tata ruang;
  2. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
  3. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 57

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a pada tahap perencanaan tata ruang dapat berupa:

  1. memberikan masukan mengenai:
    1. penentuan arah pengembangan wilayah;
    2. potensi dan masalah pembangunan;
    3. perumusan rencana tata ruang; dan
    4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
  2. Menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
  3. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat

Pasal 58

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:

  1. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
  2. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
  3. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan ruang;
  4. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang;
  6. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam;
  7. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
  8. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

Pasal 59

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:

  1. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
  2. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang;
  3. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang;
  4. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
  5. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.

Pasal 60

  1. Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
  2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada bupati dan/atau unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 61

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Pasal 62

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA


Pasal 63

  1. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.
  2. Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Pasal 64

  1. Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
  2. Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 65

  1. Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
  2. Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
    1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
    2. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
    3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
    4. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
    5. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
    6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
  3. Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
  4. Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
  5. Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
  6. Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA


Pasal 66

Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dan/ atau kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang dan/ atau mengakibatkan kematian orang dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal 67

Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b, dan/ atau mengakibatkan perubahan fungsi ruang dan/ atau mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang dan/ atau mengakibatkan kematian orang, dipidana dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal 68

Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c, dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal 69

Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf d, dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal 70

Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara dan pidana tambahan dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal 71

  1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan berdasarkan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
  2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
    1. pencabutan izin usaha; dan/ atau
    2. pencabutan status badan hukum.

Pasal 72

  1. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
  2. Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 73

  1. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah adalah 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
  2. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara, dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan undang-undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
  3. Pemerintah Daerah menjamin dan melindungi keamanan aset masyarakat yang telah ada sebelum perda ini berlaku sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, program dan kegiatan pemerintah daerah dan swasta dilakukan melalui swadaya masyarakat pada kawasan tradisional.
  5. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dengan luas kurang lebih 54.856,28 hektar dan permukiman-permukiman masyarakat, pertanian dan perladangan masyarakat, budidaya lainnya yang berada dalam kawasan hutan saat ini serta zona pemanfaatan di Taman Nasional Siberut dan Pulau-pulau kecil lainnya akan diusulkan untuk perubahan status kawasan menjadi Areal Penggunaan Lainnya (APL) pada saat revisi Peraturan Daerah RTRW Propinsi Sumatera Barat.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 74

  1. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
  2. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
    1. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
    2. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
      1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
      2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
      3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
  3. pemanfaatan ruang yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
  4. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 75

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai Nomor 4 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 76

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

 

Ditetapkan di Tuapejat                    
pada tanggal 9 September 2015    
BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI    

 

 

 

YUDAS SABAGGALET